REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Persediaan sumber energi fosil kian menipis. Hal ini berpengaruh terhadap hampir semua aspek kehidupan seperti transportasi, industri, penerangan dan lainnya sangat bergantung kepada sumber energi fosil.
Itu membuat inovasi-inovasi teknologi bidang sumber energi terbarukan sangat diperlukan.
Salah satunya sumber energi biogas yang cukup berpotensi menjadi sumber energi alternatif.
Pemanfaatan sumber energi biogas mulai dikembangkan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya Pandan Mulyo di Dusun Ngentak, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul.
Namun, kapasitas produksi sistem yang ada masih kurang maksimal. Hal ini karena peralatan yang ada masih bersifat manual dan sederhana, sehingga perlu tenaga ekstra.
Utamanya, untuk menyesuaikan tambahan air dan mengaduk kotoran sapi agar dapat tetap menghasilkan biogas. Sejumlah mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mencoba mengatasi itu.
Caranya, membantu dengan mengembangkan alat penghasil biogas otomatis menggunakan tenaga hybrid berbasis internet of things (IoT). Itu guna meningkatkan hasil produksi biogas.
Ada Neneng Thoyyibah (Pendidikan Teknik Mekatronika), Ardi Jati Nugroho Putro dan Dwi Sarwanto (Pendidikan Teknik Mesin), Muhamad Nur Azis (Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan) serta Amalia Rohmah (D3 Teknik Elektronika).
Mereka merancang alat yang disebut Biothings V2. Menurut Neneng, pembuatan alat ini karena di Dusun Ngentak biogas yang dihasilkan masih minim. Masih untuk rumah tangga, belum untuk usaha kuliner.
"Dalam pembuatan biogas belum bisa mengatur suhu yang sesuai agar hasil biogas lebih optimal, begitu pula pencampuran dan pengadukan antara air dan kotoran sapi masih dengan cara manual," kata Neneng.
Amalia menambahkan, keunggulan alat ini dapat membuat biogas secara otomatis mulai dari penakaran dan pengadukan air dan kotoran sapi.
Alat itu dapat mengatur suhu yang pas, jadi hasil lebih optimal.
Sensor yang ada dalam alat ini bisa dikontrol dengan menggunakan ponsel pintar. Sedangkan, energi yang dibutuhkan untuk mengaktifkan Biothings V2 menggunakan tenaga hybrid.
"Sehingga, hemat energi," ujar Amalia.
Menurut Ardi, caranya dimulai studi literatur mengenai komponen-komponen pendukung alat penghasil biogas otomatis ini. Lalu, mendesain fisik alat baik desain rangkaian elektrik maupun fisik.
"Kemudian, desain alat meliputi perakitan alat, rangkaian dan bentuk fisik dari alat," kata Ardi.
Selanjutnya, menyusun daftar pembelian komponen alat dan masuk tahap perakitan. Alat ini dibuat untuk diterapkan dalam pembuatan biogas agar lebih optimal.
Bahan utama yang dibutuhkan alat ini mulai dari water level control, sensor LM35, Modul wifi ESP 8266 dan LCD monitor. Sedangkan, bahan elektroniknya LED indikator dan LED strip.
Dwi menjelaskan, dalam Biothings ini terdapat beberapa bagian alat. Alat sensor penakar air dan kotoran sapi untuk menakar pencampuran antara kotoran sapi dengan air secara otomatis.
Sensor yang digunakan untuk kotoran sapi adalah Load Cell, sedangkan sensor untuk air adalah water level control (WLC). Prinsip kerja dua sensor akan bekerja otomatis menghubungkan WLC.
"Berikutnya adalah alat pengaduk otomatis yang akan mengaduk kotoran sapi dengan air secara otomatis," ujar Dwi.
Dalam pengadukan, dapat ditentukan kecepatannya dengan cara menekan tombol yang ada pada motor yang terpasang di luar tabung.
Sedangkan, Sensor suhu dan kelembaban yang digunakan merupakan DHT11.
Sensor suhu dan kelembaban ini dimasukkan ke dalam tabung yang berisi kotoran sapi air tadi. Sensor ini digunakan untuk mengendalikan suhu dan kelembaban agar biogas yang dihasilkan lebih optimal.
Sebab, dalam pembuatan biogas diperlukan suhu yang antara 40-50 derajat celcius. Untuk pemantauan suhu, DHT11 dihubungkan dengan ponsel pintar menggunakan ESP8266 dan dapat diakses dengan internet.
Judul: Biothings, Penghasil Biogas Otomatis Bertenaga Hybrid
Penulis: Friska Yolanda
Sumber: republika.co.id