.
Jakarta, CNBC Indonesia- Sebagai penghasil emisi karbon tertinggi kedelapan dunia-menurut World Resource Institute (WRI), Indonesia pun masuk di radar dunia terkait dengan upaya pengurangan emisi karbondioksida (CO2).
Saat ini, Indonesia menyumbang 1,7% emisi karbon dunia, yang sebagian besar berasal dari konsumsi energi fosil dengan emisi sebesar 489,1 juta metrik ton. Sektor pertanian dan sampah menyusul masing-masing sebesar 160,3 juta metrik ton dan 64,7 juta metrik ton CO2.
Dari sisi energi, fosil juga menjadi penyumbang utama emisi di Indonesia yang juga membebani kas negara. Subsidi elpiji tahun ini dialokasikan sebesar Rp 72 triliun, atau yang tertinggi di antara pos subsidi energi, dan terhitung naik nyaris 3 kali lipat dari alokasi 2018 senilai Rp 25 triliun.
Setiap tahunnya, Pertamina mengimpor 5,5 juta ton elpiji, setara dengan 70% kebutuhan nasional. Dari penggunaan 1,9 juta metrik ton (MT) di 2008, penggunaan LPG terus melonjak hingga menyentuh 7,3 juta MT akhir tahun lalu.
Dari sisi pertanian, sumbangan terbesar berasal dari kotoran sapi, pembakaran lahan atau jerami selepas masa panen, dan penggunaan pupuk kimiawi-yang berbahan baku dari sumber fosil yakni gas. Bicara pupuk, pemerintah juga menanggung subsidi pupuk, yakni sebesar Rp 29,5 triliun tahun ini.
Di tengah kondisi demikian, sebuah solusi sebenarnya tersedia di sekitar kita: murah, relatif aman, tersedia berlimpah, yakni biogas dari kotoran (feses) sapi.
"Sapi jika bersendawa mengeluarkan gas. Setiap ekor sapi mengeluarkan gas metana sebesar 56 kg, per tahun, melalui kotorannya," tutur Dandi Budiman, aktivis pengembangan biogas kepada CNBC Indonesia baru-baru ini.
Gas metana, yang sangat mudah terbakar, merupakan komponen utama biogas, yang merupakan sumber energi baru dan terbarukan (EBT). Reaktor biogas atau biodigester mempekerjakan bakteri pengurai kotoran sapi dan sampah organik secara anaerobik (tanpa oksigen) guna memproduksi metana.
Jika kotoran sapi dimanfaatkan sebagai biogas, lanjut Dandi, emisi karbon di Indonesia pun bakal menurun. Dan harap dicatat, biogas bisa menggantikan elpiji dan menghasilkan produk sampingan pupuk alami. Ibarat kata "sekali merengkuh dayung, tiga pulau terlampaui."
Lalu sejauh mana biogas dapat menjadi solusi bagi tiga persoalan tersebut, dan apa saja kendala yang menghadangnya, berikut ini ulasan Tim Riset CNBC Indonesia.
.
.
Biogas Bisa Bikin Indonesia Bebas Impor LPG
Mengutip Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, republik ini mengimpor 70% dari konsumsi gas liquefied petroleum gas (LPG) yang mencapai 7,3 juta metrik ton per tahun—setara dengan 3 juta meter kubik.
Artinya, setiap tahun Pertamina mengimpor gas LPG sebanyak 5,11 juta metrik ton, atau setara dengan 2,12 juta meter kubik gas. Apakah Indonesia bisa menghasilkan biogas dengan kapasitas total sebanyak itu? Ternyata bisa.
Populasi sapi potong Indonesia, mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) per 2018, mencapai 17,05 juta ekor sedangkan populasi sapi perah sebanyak 550.141 ekor. Sentra peternakan sapi ada di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara.
Mengutip Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian (2007), setiap ekor sapi muda menghasilkan kotoran 15-30 kg/hari. Dengan memakai nilai median 20 kg, maka 17,6 juta sapi di Indonesia menghasilkan kotoran sebanyak 352.000 ton/hari.
Menurut Dandi, reaktor biogas terkecil berkapasitas pengolahan 1 meter kubik membutuhkan pasokan kotoran sapi sebanyak 10 kilogram per hari. Dengan kata lain, sapi Indonesia bisa memasok 35,2 juta unit reaktor berkapasitas ini.
.
.
Mengacu pada data Kementerian Pertanian, yang menunjukkan bahwa gas yang diproduksi 1 meter kubik reaktor biogas setara dengan 0,46 kilogram gas LPG per hari, maka 35,2 juta reaktor biogas itu memproduksi 14,08 miliar liter biogas per hari.
Jika disetahunkan, angkanya setara dengan 5.139,2 miliar liter per tahun atau setara dengan 5,91 juta meter kubik. Bandingkan dengan konsumsi nasional LPG per tahun yang hanya separuhnya atau 3 juta meter kubik!
Artinya, biogas dari kotoran sapi yang ada sekarang di negeri cukup untuk memenuhi kebutuhan gas untuk memasak bagi penduduk Indonesia setiap tahunnya. Dan, bahkan surplus sebesar 99% sehingga bisa diekspor ke negara tetangga.
..
..
Judul: Mukjizat Biogas, Bisa Kurangi Impor LPG dan Emisi Karbon RI
Penulis: Arif Gunawan
Sumber: CNBC Indonesia