rss

~ Mengoptimalkan Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan

Ditulis pada Selasa, 12 November 2019 | Kategori: 102 - Energi Surya / PLTS | Dilihat 635 kali

.

Penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sudah sejak era 80-an dikenalkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Ketika itu dilakukan pengkajian untuk membuktikan apakah penerapan PLTS ini bisa dilakukan di Indonesia.


Berdasarkan kondisi geografis, yang membuat Indonesia mendapat sinar matahari yang berlimpah sepanjang tahunnya, PLTS diharapkan menjadi salah satu energi alternatif yang sangat potensial bagi Indonesia.


Penerapan PLTS oleh BPPT dimulai dengan pemasangan 80 unit PLTS (Solar Home System-SHS), untuk Lampu Penerangan Rumah di Desa Sukatani, Jawa Barat pada 1987. Setelah itu pada 1991 dilanjutkan dengan proyek Bantuan Presiden (Banpres PLTS masuk Desa untuk pemasangan 3.445 unit SHS di 15 provinsi yang dinilai layak dari segi kebutuhan, kemampuan masyarakat setempat, dan persyaratan teknis lainnya.


“Program Banpres PLTS Masuk Desa yang memperoleh sambutan menggembirakan dari masyarakat pedesaan dan telah terbukti berjalan baik akan dijadikan model guna implementasi Program Listrik Tenaga Surya untuk Sejuta Rumah. Program ini juga merupakan salah upaya mencapai target Pemerintah dalam melistriki seluruh pedesaan dan daerah terpencil di Indonesia dengan ratio elektrifikasi nasional di atas 75 persen,” ungkap Kepala BPPT Hammam Riza.


Menurut kajian para perekayasa dan peneliti BPPT, potensi energi matahari bisa mencapai 4,8 kwh/m2, dan hal itu merupakan potensi yang luar biasa bagi Indonesia untuk memanfaatkan tenaga surya. Berbagai upaya juga dilakukan BPPT seperti menyampaikan konsep-konsep yang kemudian diadopsi dalam Perpres No 5 Tahun 2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional.


“Dalam peraturan itu ditetapkan bahwa pada 2025 kita harus memanfaatkan energi surya sebanyak 2 persen dari total penggunaan energi secara nasional,” tambahnya.


Pembangunan sistem PLTS untuk membantu masyarakat miskin yang ada di pedesaan terpencil yang tidak terjangkau listrik mempunyai kendala utama yaitu biaya investasi yang tinggi. “Tentunya dibutuhkan jaminan bahwa apabila kita membangun industri PLTS, market juga harus ada,” urainya.


Pembangunan PLTS di NTT

Pada kesempatan berbeda, GM PLN Unit Induk Wilayah (UIW) Nusa Teng¬gara Timur (NTT) Ignatius Rendoyoko, mengemukakan sikap optimismenya, kondisi rasio elektrifikasi di NTT yang saat ini telah mencapai 73,72 persen, telah meningkat dari tahun lalu yang baru mencapai 62 persen. Itu sebabnya ia yakin tidak lama lagi rasio elektrifikasi akan bergerak menuju 100 persen.


“Kami melihat wilayah ini meru¬pakan salah satu provinsi yang tertinggi dalam optimalisasi penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT), khususnya dalam pemanfaatan energi surya me-lalui PLTS. Pengerjaan projek PLTS di NTT dilakukan melalui penggunaan lahan yang tidak lagi produktif, sehingga nilai ekonomisnya terkonversi melalui aplikasi PLTS,” paparnya di Kupang, 
NTT, Jumat (13/9).


Ia berbicara dalam rangkaian Kuliah Umum bersama PLN Group dan sejum¬lah universitas dan perguruan tinggi di Kupang antara lain Universitas Nusa Cendana (UNC); Universitas Kristen Artha Wacana, Kupang; Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang; Universitas Muhammadiyah, Kupang dan Politeknik Negeri Kupang (PNK) beserta program vokasi untuk mencapai link and match antara dunia pendidikan dengan industri, yang berlangsung di Auditorium Politeknik Kesehatan Negeri Kupang, NTT.


Dalam acara yang dibuka Wakil Gubernur NTT Josef A Nae Soi, tersebut diharapkan agar berbagai program pembangunan yang telah dicanangkan Pemprov NTT dapat didukung semua pihak.

.

Pihaknya menyinggung sejumlah pilihan mengenai Provinsi NTT yang kaum milenialnya mengantongi tingkat literasi mencapai 1,8 persen. Itu sebabnya pihaknya sangat mengharapkan, PLN secara kontinu tetap melanjutkan berbagai program CSR yang selama ini sudah berlangsung.
.

.

“Harapannya dengan berbagai program kerjasama seperti penyediaan beasiswa dan sistem vokasi serta link and match, para putra daerah ini akan mampu memiliki pengalaman berbeda, dalam mengenyam pendidikan, baik di dalam maupun di mancanegara,” tuturnya.


Sementara itu, Kepala Jurusan Elektro PNK, Jemsrado Sine mengingatkan, agar kaum milenial cerdas dalam memanfaatkan teknologi, sehingga dalam aplikasinya, perlu mengetahui lebih jauh risiko yang akan terjadi sebagai konsekuensi penggunaan alat dan teknologi komunikasi digital tersebut.


“Kami melihat pola atau sistem bekerja di PLN, dipandang cukup menggairahkan, bahkan sistemnya juga berbeda dengan sistem kerja umum yang berlaku selama ini, sehingga bekerja di PLN saat ini menjadi tantangan, karena tidak membosankan,” jelasnya.


Sebagai generasi milenial, mereka menjadi generasi yang berubah seiring perubahan teknologi. Dengan teknologi itu, mereka mengandalkan medsos untuk mendapatkan informasi. Bahkan menurutnya, medsos telah menjadi platform pelaporan dan sumber berita utama bagi masyarakat.


Demikian juga The Nielsen Global yang melakukan riset terhadap 30 ribu responden yang memiliki akses internet memadai, dari 60 negara di Asia Pasifik, Eropa, Amerika Latin dan Utara, serta Timur Tengah, menggam¬barkan perilaku generasi akrab internet, memilih jalur daring untuk membeli berbagai produk barang dan jasa. Bahkan Nielsen mencatat, pertumbuhan perangkat mobile di sejumlah kota besar di Indonesia mencapai 88 persen.


Karena itu, Menurut Direktur Human Capital Management (HCM) PT PLN, Muhamad Ali, di era disrupsi dan revolusi industri 4.0 terdapat tantangan tersendiri bagi pengelolaan SDM di setiap organisasi. 


Perlu Dukungan SDM Kompeten

Menurut Muhamad Ali, proses rasio elektrifikasi di NTT yang telah mencapai 73,72 persen dapat terjadi, salah satunya karena adanya dukungan sumber EBT yang melimpah di wilayah tersebut.


“Saat ini lebih dari Rp9 miliar sudah investasi yang tertanam pada enam pembangu¬nan sumber EBT meliputi PLTP – panas bumi; PLTMH – mikro hidro; PLTS – tenaga surya; dan PLTB – tenaga bayu. Melalui sinergi dengan pemerintah desa, maka pelaksanaan program Tim Percepatan Listrik Pedesaan terlaksana dengan baik,” papar Ali.
.

.

Peningkatan rasio elektrifikasi di NTT tersebut, salah satunya juga memerlukan dukungan dan pembangunan SDM yang kompeten, yang dihasilkan melalui pelaksanaan program vokasi dengan sejumlah SMKN di wilayah Kupang dan Maumere yang terlaksana sejak 2018. Selain itu, PLN juga melaksanakan sejumlah program rekrutmen, baik untuk jenjang SMK, S1/D4 selama empat tahun berturut-turut, serta melakukan program kerja sama program D3 dengan PNK.


Adapun sejumlah pengembangan SDM di NTT dilakukan melalui program leader create leader pegawai UIW NTT dengan kader asli NTT, yang saat ini telah terealisasi sebanyak 14 dari 18 angkatan yang rencananya berlangsung sampai 31 Desember 2019. Ada juga pengembangan keahlian sertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi; program riset kerjasama dengan UNC; program pengembangan kompetensi keahlian kabel laut dengan ITB untuk melistriki kepulauan di Labuan Bajo dengan sistem kabel laut, serta upaya memaksimalkan pemberdayaan putra daerah NTT di PLN. 

 


Judul: Memanfaatkan Energi Baru Terbarukan secara Optimal
Penulis: ima/R-1
Sumber: koran-jakarta.com