.
JAKARTA - Keterlibatan mahasiswa dalam mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) sudah banyak dilakukan, bahkan menuai prestasi. Tak hanya di level domestik, tapi juga internasional. Hal ini semakin menunjukkan kesadaran anak muda dalam pemanfaatan EBT.
Baru-baru ini 14 mahasiswa Universitas Indonesia (UI) meraih gelar juara ke empat ajang The Solar & Energy Boat Challenge 2019 tingkat dunia yang digelar selama lima hari (2-6 Juli 2019) di Monako, Prancis. Mereka tergabung dalam tim Hydros Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) yang menjadi satu-satunya wakil dari Benua Asia. Kompetisi khusus mahasiswa ini menantang peserta untuk membuat kapal berenergi surya.
Tim Hydros bertarung dalam energy class, mendesain Kapal Katamaran (kapal dengan dua lambung) dengan kokpit kapal serta sistem baling-baling kapal yang kuat dan tahan lama dengan menggunakan baterai 5kWh sebagai sumber energi yang ramah lingkungan. Bukan cuma itu, untuk dapat menyimpan daya yang lebih besar dan dapat melaju dua kali lipat lebih cepat, kapal tersebut dilengkapi dengan panel surya seluas 2,5 meter persegi.
Ketua Tim Hydros Bayu Anugerah menjelaskan, bukan cuma sistem penggerak yang ramah lingkungan, badan kapal juga disusun dari bahan fiber karbon. “Fiber karbon lebih ringan dari kayu, namun kekuatannya lebih kuat daripada baja. Jadi kami menggunakan mesin elektrik, kami juga full eco friendly,” ungkapnya.
Fiber karbon ramah lingkungan daripada limbah baja sehingga cocok diaplikasikan untuk kapal penyebe ra ngan atau kapal wisata. Tidak lagi menggunakan kayu, bisa lebih kuat, tahan api, tidak cepat terbakar, lebih ringan juga beratnya, tidak sampai 100 kg. Kapal biasa yang menggunakan baja bisa mencapai 500 kg. Kapal tersebut memiliki spesifikasi me sin listrik 10kW karena kokpit fiber karbon yang jauh lebih ringan sehingga menambah akselerasi dan kecepatan maksimal kapal.
Semua itu membuat mereka maju terus hingga babak semifinal dan menduduki peringkat keempat. Sumber tenaga dari kapal hemat energi ini bisa diaplikasikan untuk kapal para nelayan. “Mesin listrik yang menggunakan panel surya jauh lebih irit daripada bahan bakar biasa,” tambahnya.
Bayu merupakan mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan FTUI, anggota lain berasal dari Jurusan Teknik Mesin, Elektro. Mahasiswa teknik memang belajar energi terbarukan sehingga selalu ada inovasi terbaru. Kesulitan yang mereka hadapi saat membuat kapal hemat energi ini ialah biaya yang harus dikeluarkan.
Bayu mengatakan tim Hydros membuat kapal seefektif mungkin sehingga banyak bagian yang tidak dibuat jika memang dirasa tidak penting. Mereka terus berusaha dengan mencari sponsor, sebab pihak kampus hanya memberikan dana 30% dari total biaya anggaran.
Inovasi yang mereka buat ini siap dihadirkan kepada masyarakat bekerja sama dengan perusahaan yang siap memproduksi massal. Namun ternyata perusahaan kapal justru lebih tertarik untuk merekrut para mahasiswa yang ada di tim Hydros. Kebanyakan perusahaan dari luar negeri untuk membantu mendesain kapal sesuai dengan kemauan mereka, teapi menggunakan EBT.
Bayu dan teman-teman berharap akan semakin banyak lagi kapal nelayan yang menggunakan EBT sehingga tidak tergantung dengan bahan bakar yang harganya terkadang sangat mahal. Diakui Bayu harga lebih mahal, tetapi sesungguhnya membantu di masa depan.
“Kami akan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengenalkan kapal hemat energi ini sehingga pemerintah bisa ikut andil dalam mengenalkan kapal ini kepada nelayan,” jelasnya. Di UI memang EBT menjadi fokus yang ingin dikembangkan bersama mahasiswa.
Sejak 2014 UI memiliki Pusat Riset Energi Terbarukan Wilayah Tropis atau Tropical Renewable Energy Centre (TREC). Eko Adhi Setiawan, Direktur TREC, menjelaskan TREC hadir memang khusus untuk riset energi terbarukan wilayah tropis karena wilayah tropis memiliki keadaan yang berbeda dari subtropis. Sebab selama ini seluruh teknologi berasal dari subtropis. Padahal karakteristik EBT sebenarnya tergantung dari daerahnya itu sendiri.
TREC berfungsi mengadakan penelitian dan edukasi kepada warga kampus dan masyarakat. Bah kan TREC menjadi wisata edukasi bagi banyak anak sekolah. “Kami buat permainan bagaimana memahami EBT untuk anak SD dengan menye nangkan. Mengajarkan bagaimana energi matahari berubah jadi listrik dengan sebuah permainan,” ujar Eko.
Misalnya seorang anak berperan sebagai elektron yang nanti dapat berubah menjadi listrik. Aktivitas permainan membuat anak tertarik. Mereka juga memiliki living lab atau labo ra torium hidup sehingga pengunjung dapat merasakan langsung manfaat EBT, bagaimana proses sebuah energi menjadi listrik. Bukan sekadar menjadi alat peraga, EBT yang dikembangkan juga dimanfaatkan.
Panel surya yang dipasang di sekitar Fakultas Teknik digunakan untuk menyalakan lampu. Di Gedung Engineering Centre dipasang panel surya dengan kapasitas 50 kilowatt. Energi lain yang dikembangkan UI adalah turbin angin skala kecil serta biofuel.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) juga memiliki tempat wisata edukasi yang mengajarkan EBT kepada anak muda. Tepatnya di Yogyakarta, ada Baron Tecno Park. Di sana 100% listrik berasal dari matahari dan angin. Siapa pun yang ingin lebih jelas mengenai EBT silakan berkunjung. Bahkan mereka menyediakan techno camp.
“Anak-anak di sana melihat langsung sistem pembangkit EBT ini digunakan langsung untuk listrik dan air. Air laut di sana juga kami buat menjadi air minum, adaice maker dan storagenya yang dibuat sendiri. Generasi muda bisa belajar bagaimana hidup mandiri seperti tinggal di pulau tanpa PLN, tapi masih bisa hidup,” jelas Mohammad Mustafa Sarinanto, Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi (B2TKE) BPPT.
BPPT akan terus merangkul generasi muda agar semakin paham EBT. Pemahaman dibuat semenarik mungkin mulai tempat edukasi, sosialisasi hingga inovasi yang menarik generasi masa kini. Sarinanto menjelaskan, inovasi ter akhir dikembangkan BPPT ialah sepeda penabung listrik.
Olahraga sepeda kini bukan hanya untuk mengeluarkan keringat yang sesungguhnya banyak energi yang terbuang. Selama ini tenaga gerak yang berasal dari kayuhan sepeda digunakan untuk menyalakan lampu sepeda.
“Sepeda yang kami buat ini energinya akan disimpan di baterai. Energi yang dihasilkan memang tidak terlalu banyak, tetapi sanggup memenuhi kebutuhan sederhana seperti mengisi daya ponsel atau lampu di rumah,” sebutnya.
Ke depan sepeda penabung listrik ini dapat dimanfaatkan di gimnasium. Tabungan listrik seseorang dapat dilihat sehingga dapat memacu satu sama lain untuk banyak mengumpulkan energi listrik sambil berolahraga. Sepeda ini Sudah ada di Kantor B2TKE di Serpong prototipe pertama dan kini se dang disempurnakan. Namun Sarinanto memastikan sepeda ini sudah bisa dipakai. Sepeda penabung listrik ini sudah ada di salah satu balai perumahan di Tangerang Selatan yang juga sempat dilihat oleh Wali Kota Airin.
Airin tak jub merasa ini merupakan inovasi yang mudah dipahami dan dapat dengan mudah diterpakan di masyarakat. “Memang benar, ini inovasi sederhana yang sudah banyak dibuat di negara lain. Namun di Indonesia masih jarang pola berpikir seperti ini. Semoga dapat segera dimanfaatkan oleh masyarakat,” dia berharap.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Kementerian Ener gi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Harris mengatakan isu efisiensi energi menjadi isu yang sangat diminati generasi muda. “Kalau di kampus lebih banyak aspek ilmiahnya, kalau komunitas mereka tertarik dengan bisnisnya. Bagaimana anak muda menjadi entrepreneur EBT,” ujarnya.
Harris menambahkan bahwa dalam berbagai kesempatan bertemu dengan anak muda yang berbisnis panel surya untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). EBT yang paling mudah ialah PLTS yang juga pasarnya sangat banyak di kota. Alat mudah ditemui dengan harga terjangkau.Kementerian ESDM ingin menjadi sumber informasi bagi masyarakat yang ingin melihat langsung bagaimana mengembangkan EBT. Harris menerangkan bahwa anak muda dapat datang ke kantor untuk mendapatkan ilmu. Di sana petugas siap yang biasa melayani akademisi hingga anak sekolah serta mahasiswa. Harris juga memungkinkan kerja sama dengan kementerian lain, bahkan universitas untuk mengembangkan EBT ini.
“EBT ini sangat menarik, semua pi hak dapat berperan untuk me lihat EBT ini sebagai peluang bersama bukan hanya dilihat dari energi saja. Kesempatan untuk berinvestasi juga bisa, mendukung pengembangan wilayah pinggiran, perbatasan, topik EBT juga terkait hal tersebut. Cakupannya luas yang dapat dibahas mengenai EBT,” ungkapnya.
Penerus bangsa, menurutnya minimal harus paham EBT agar nanti pada saatnya mereka peduli terhadap lingkungan, eksploitasi alam sehingga bisa berperan aktif dalam menjaga alam dan mempertahankan kekayaan alam Indonesia.
.
.
Judul: Anak Muda Kian Peduli Energi Terbarukan
Penulis: Ananda Nararya
Sumber: Koran Sindo